• Media Center
  • Perlu Sertifikasi dan Regulasi Rantai Pasok Halal

Perlu Sertifikasi dan Regulasi Rantai Pasok Halal

Blog Single
Retno Wulandari -- republika.co.id -- Senin, 01/02/2016
 
Jakarta - Permintaan terhadap produk halal semakin meningkat, baik dari dalam maupun luar negeri. Sayangnya, manajemen rantai pasok halal (halal supply chain) di Indonesia masih sangat rendah, contohnya dalam hal penyaluran produk halal. 
Staf Ahli Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Bidang Ekonomi Kawasan dan Kemitraan Perhubungan Umiyatun Hayati Triastuti mengakui, regulasi terkait rantai pasok halal di Indonesia belum diatur secara jelas. Belum ada pula arahan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang kebutuhan sertifikasi rantai pasok halal. 

"Kalau ada arahan, nanti Kemenhub akan mengkaji lebih dalam lagi dari segala aspek," kata Umiyatun saat ditemui Republika dalam diskusi "Halal Supply Chain: Trend atau Kebutuhan?", di Jakarta, Jumat (29/1).

Menurutnya, sertifikasi rantai pasok halal memang diperlukan mengingat Indonesia merupakan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Namun, aturan ke arah tersebut perlu diperhitungkan secara matang agar tidak menim - bulkan dampak-dampak negatif terhadap kebutuhan pokok ma syarakat.

Umiyatun khawatir, para pengusaha menengah ke bawah tidak siap apabila regulasi tidak dipikirkan dengan matang. Untuk itu, aturan atau regulasi yang dibuat harus bisa diadopsi oleh seluruh masyarakat. "Ketidaksiapan menghadapi regulasi bisa jadi membuat para pengusaha UKM (usaha kecil menengah) bangkrut," ujar dia. 

Selama ini, jelas Umiyatun, sudah ada undang-undang yang mengatur tentang angkutan berbahaya.

Sementara, undang-undang mengenai angkutan khusus bisa dijadikan celah untuk mengatur regulasi rantai pasok halal. "Kajian terhadap ini (undang-undang angkutan khusus) akan segera kita lakukan."

Pada forum yang sama, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menga takan, pihaknya siap mendukung pemerintah dalam mewujudkan rantai pasok halal hingga proses penyaluran. Sayangnya, kata dia, masih banyak kendala yang dihadapi para pengusaha teru tama pengusaha kecil dan menengah. 

"Untuk serifikasi produk halalnya saja masih banyak yang belum punya," katanya. Menurut Adhi, usaha yang sudah mendapatkan sertifikasi halal dari MUI masih sangat sedi kit, yakni sekitar 3.000 usaha.

Sementara, jumlah usaha kecil dan rumah tangga mencapai sekitar 1,2 juta, ditambah industri menengah besar sebanyak 6.000.

Mengenai Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang akan diberlakukan pada 2019, Adhi menilai, aturan ini akan merugikan pengusaha yang belum mampu memenuhi sertifikat halal. Untuk itu, sebelum diberlakukan, Adhi berh arap, perlu ada kajian ulang terhadap UU JPH agar rantai pasok halal segera terwujud.

Halal harus komprehensif Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika MUI Sumunar Jati men dorong perusahaan logistik dan pemasok untuk segera melakukan ser tifikasi halal terhadap usahanya. Menu rutnya, sertifikasi halal terhadap perusahaan dan pemasok (supplier) logistik di Indonesia masih sangat rendah.

"Kami salut kepada perusahaan yang sudah disertifikasi," ujar Sumunar. Menurut dia, sudah ada beberapa perusahaan yang memiliki kesadaran penuh untuk menjaga kualitas kehalalan produk mereka. Saat ini sudah ada lima perusahaan logistik dan pemasok yang memiliki sertifikat halal.

Sumunar mengakui, sertifikasi yang dilalukan MUI selama ini masih terbatas pada proses produksi yang dilakukan perusahaan yang mengajukan sertifikasi. Padahal, untuk menjamin kehalalan produk sampai di tangan konsumen perlu diawasi dari hulu hingga hilir.

Selama ini, kata dia, MUI hanya fokus melakukan sertifikasi untuk produk makanan, minuman, kosmetik, dan obat-obatan. Sementara, ide untuk melakukan sertifikasi produk jasa seperti perusahaan logistik dan pemasok baru muncul setelah adanya Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang baru akan diberlakukan pada 2019.

Untuk itu, Sumunar berharap ada sosialisasi dan edukasi bahwa halal tidak hanya dilihat dari produknya, tetapi harus dipahami secara komprehensif mulai dari proses produksi, distribusi, hingga sampai ke tangan konsumen.

Related Post