VIVA – Akses pasien terhadap pengobatan inovatif masih menjadi tantangan bagi pasien yang mengandalkan belanja obat secara mandiri di Indonesia. Walaupun, masyarakat konsumen di kelas menengah telah memilliki potensi mendapatkan akses terhadap pengobatan berkualitas tinggi.
Sejumlah pakar industri kesehatan meyakini bahwa peningkatan kemampuan membayar dan dukungan untuk pasien dalam mengakses obat-obatan inovatif merupakan faktor utama yang mendorong kualitas pengobatan
yang efektif di Indonesia. Menurut data Bank Dunia, belanja kesehatan per kapita masyarakat Indonesia pada 2016 sebesar Rp1,6 juta (USD111,55), terendah di ASEAN.
Hal ini merupakan dampak dari terbatasnya akses pada obat-obatan berkualitas tinggi. Sementara, populasi konsumen kelas menengah di Indonesia, yang tumbuh 3 persen pada tahun 2017, diperkirakan mencapai 85 juta orang pada 2020 dengan tingkat pertumbuhan konsumen baru yang tinggi sebesar 5 juta konsumen baru setiap tahunnya di kawasan perkotaan.
Berdasarkan data yang dirilis BPJS Kesehatan pada bulan Mei 2019, JKN terus memberikan dampak positif bagi lebih dari 221 juta orang, atau meningkat dari 208 juta pada tahun lalu. Ditambah dengan pertumbuhan kelas menengah di Indonesia, hal ini membuka peluang untuk terus mengembangkan akses pengobatan modern dan berkualitas tinggi di Indonesia.
“Industri farmasi terus bekerja sama dengan pemerintah, pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan lainnya dalam ekosistem kesehatan nasional dalam menyediakan opsi-opsi layanan pengobatan inovatif demi kepentingan pasien. Kami berkomitmen untuk mengembangkan akses pengobatan inovatif dan mengembangkan paket-paket pembiayaan layanan kesehatan yang berkelanjutan," kata Anil .
“Model-model akses dan pembiayaan yang inovatif contohnya pembiayaan mikro (microfinancing), pembayaran cicilan melalui akses digital, platform layanan kesehatan, dan produk asuransi swasta khusus untuk penyakit kronis, dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan membantu kemampuan membayar pasien,”kata Jorge menambahkan. (ldp)