Oregon, AS - Antibiotik biasa digunakan untuk menyembuhkan demam hingga infeksi yang disebabkan oleh bakteri jahat dalam tubuh. Namun, penelitian terbaru mengungkapkan bahwa salah satu golongan antibiotik yang umum diberikan pada pasien infeksi, berisiko besar menimbulkan kehilangan pendengaran.
Penelitian kali ini berfokus pada antibiotik golongan aminoglikosida, yaitu antibiotik yang dihasilkan oleh berbagai jenis streptomyces dan micromonospora. Aminoglikosida seringkali diberikan pada pasien yang mengidap meningitis, bacteremia, serta infeksi saluran pernapasan pada penderita fibrosis kistik. Antibiotik ini diketahui mampu membahayakan saraf sensorik pada bagian dalam telinga yang berfungsi mendeteksi suara dan gerakan.
Eksperimen dilakukan pada tikus percobaan berkondisi sehat dengan memberikan aminoglikosida dosis rendah. Setelah beberapa waktu, diketahui ternyata tikus ini mengalami ketulian dalam skala kecil.
Selanjutnya, eksperimen dilanjutkan dengan tikus yang mengidap peradangan karena infeksi. Diketahui bahwa dengan memberikan aminoglikosida pada tikus pengidap infeksi, risiko ketulian jauh lebih besar, ujar peneliti, Peter Steyger yang juga merupakan profesor THT, bedah kepala dan leher di Universitas Oregon Health & Science di Portland, dikutip dari Medicine Net, Sabtu (1/8/2015).
Peradangan akibat infeksi yang disebabkan oleh bakteri memicu peningkatan penyerapan aminoglikosida ke telinga bagian dalam. Secara substansial, hal ini meningkatkan risiko gangguan pada pendengaran.
"Untuk itu, secara cepat, kita harus memberi alternatif yang lebih efektif pada klinik-klinik di seluruh dunia untuk mengobati infeksi, tanpa perlu mengorbankan kemampuan pasien untuk mendengar," tambahnya.
Setiap tahunnya, sekitar 80 persen dari 600.000 bayi yang dirawat di seluruh unit perawatan intensif neonatal (NICU) di Amerika Serikat diberikan aminoglikosida. Tingkat kecenderungan gangguan pendengaran di antara bayi-bayi di NICU adalah sekitar 2 hingga 4 persen. Angka ini terbilang besar jika dibandingkan dengan kecenderungan kehilangan pendengaran karena cacat lahir, yang angkanya hanya 0,1 hingga 0,3 persen.
Ketika bayi kehilangan pendengaran, mereka akan membutuhkan proses yang lebih panjang dan lebih sulit untuk belajar berkomunikasi. Hal ini tentu dapat mengganggu perkembangan akademik dan perkembangan psikososial mereka. Terlebih, hal tersebut akan berdampak pada masa depan, pendapatan, dan kualitas hidup mereka.
Untuk melindungi pendengaran pasien, Steyger menyarankan dokter-dokter harus mempertimbangkan penggunaan antibiotik golongan lainnya pada penanganan kasus infeksi. Selain itu, para peneliti juga harus mampu mengembangkan jenis baru dari aminoglikosida agar lebih aman digunakan.(mrs/up)
|