Depok - Nilai tukar Rupiah yang terus mengalami tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membuat rumah sakit swasta mengeluhkan potensi kenaikan biaya obat–obatan. Karenanya, tarif iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) harus dinaikkan.
Direktur RS Puri Cinere Depok, Judiwan Maswar, mengatakan bahwa sejak 1 Januari 2014 dijalankan, sampai pertengahan 2014 membuat beberapa perusahaan asuransi menjerit, bahkan Askes pun ikut terkena dampaknya.
"Namun swasta juga punya aturan, sebenarnya bukan mahal biaya relatif. Tapi kan kalau RS swasta beda dengan RS pemerintah di mana alat–alat dan gaji semua oleh negara, pembagian struktur di swasta menghidupi sendiri. Dokternya, perawatnya digaji RS. Beda dengan Malaysia ada kemudahan dari pemerintah semacam insentif,” kata Senin (31/8/2015).
Menurutnya, di Indonesia peralatan kesehatan dianggap barang mewah, sehingga dikenakan pajak yang mahal. Akibatnya, Rumah Sakit swasta terpaksa menetapkan harga yang lebih mahal, karena memerlukan peralatan medis yang memadai.
“Waktu penyusunan tarif memang diajak, diambil harga perhitungan namun sempat enggak nyambung dengan inflasi. Orang sakit saat ini juga tergantung dolar, obat bahan bakunya impor," kata dia.
"Beberapa obat mulai naik harganya sedangkan orang sakit perlu obat. Berat jika dolar terus menekan rupiah. Kelihatannya BPJS jadi momok, Meskipun kita yang swasta tahun 2019 harus kita siap jalankan sediakan sarana BPJS,” tambahnya.
Judiwan menambahkan, saat ini pihaknya belum siap untuk memberlakukan program pelayanan BPJS. Namun sambil berjalan, pihaknya menyiapkan 27 tempat tidur pasien BPJS untuk tahun depan.
“Sangat bergantung pada impor, karena itu masyarakat diimbau agar tidak langsung ke RS tapi mengutamakan layanan primer. Bisa ke klinik atau puskesmas terlebih dahulu,” ungkapnya. (mrt)
|