Jakarta - Mengantisipasi masalah gizi pada balita, ibu hamil dan anak sekolah, Kementerian Kesehatan (Kemkes) menyiapkan makanan tambahan dan pendamping air susu ibu. Selama 2015 Kemkes intensif mengirim makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI), pemberian makanan tambahan ibu hamil (PMT-Bumil), dan makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS) di beberapa daerah di Indonesia.
“MP-ASI dan PMT bumil dilakukan untuk mengantisipasi masalah gizi, sementara PMT-AS lebih mengarah kepada memperkenalkan atau membiasakan sarapan sebelum anak-anak beraktivitas di sekolah,” kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemkes, drg Murti Utami, di Jakarta, Senin (17/8).
Makanan pendamping ini dikirimkan baik di tingkat provinsi maupun langsung ke kabupaten. Selain itu, kata Utami, pengiriman juga dilakukan sebagai buffer stock atau persediaan tambahan untuk pengamanan khususnya dalam tanggap darurat bencana.
Total bantuan yang sudah dikirimkan selama Januari sampai Agustus 2015 sebanyak 18.391 karton MP-ASI, 587.971 karton PMT-Bumil, dan 652.800 karton PMT AS. Sementara masih ada cadangan lagi di Kemenkes sebanyak 184.550 karton MP-ASI, 266.659 karton PMT-ASI, 1.140 karton PMT-AS. Adapun satuannya adalah MP-ASI 6.72 kg per karton, PMT-Bumil 3 kg per karton, dan PMT-AS 2.16 kg per karton.
Namun, bila ditemukan kasus gizi buruk, menurut Utami, si penderita diberikan tata laksana kasus gizi buruk. Penderita akan dirawat di Puskesmas atau dirujuk ke rumah sakit atau ke traumatic feeding center (TFC) sampai kondisinya kembali ke status gizi baik.
Utami mengatakan, masyarakat dapat berpartisipasi dalam mencegah terjadinya gizi buruk. Ini dilakukan dengan aktif pemantauan pertumbuhan anak dimulai dari Posyandu. Jika berat badan bayi atau anak tidak naik 2 kali berturut-turut, anak tersebut dapat segera dirujuk ke Puskesmas untuk divalidasi apakah memerlukan perawatan lebih lanjut.
Dalam mengendalikan masalah gizi, Kemkes juga melakukan pemantauan dan pemberian bantuan melalui Dinas Kesehatan. Kegiatan ini tidak hanya dilakukan Kemkes dan Dinas Kesehatan, tetapi juga melibatkan 12 kementerian, universitas, anggota legislatif, PKK, dan LSM.
“Sebagaimana diketahui bahwa keberhasilan status gizi masyarakat ditentukan oleh 30 persen sektor kesehatan dan 70 persen sektor non kesehatan seperti tingkat pendidikan, ekonomi dan kualitas lingkungan,” kata Utami.
Dina Manafe/MUT
Suara Pembaruan
|